Kritik & saran positif silahkan di email husen_bafaddal@yahoo.com

Sabtu, 28 September 2013

“Negara” Setoran

Negara adalah sebuah kesepakatan bersama untuk hidup dan memiliki tujuan bersama. Rakyat yang menjadi unsur terpenting dalam negara dapat memilih siapa yang dapat memimpin dan mengatur mereka secara baik. apalagi negara yang mengklaim dirinya sebagai negara demokrasi.
Demokrasi sebagai alat (tools) untuk mencapai kesejahteraan (walfare) hanya baru sebatas konsep abstrak yang belum terlihat di indonesia. Berbagai problem yang menghambat segala pembangunan di berbagai sektor adalah fakta yang tak terbantahkan. Karena negara ini masih dihiasi dengan kemiskinan yang ada di seluruh NKRI, rakyat masih di suguhi dengan prilaku elite negara yang cenderung korupsi, hakim dan pengadilan ketidakadilan dan segalah perilaku haram-jaddah elite negara yang dipertontonkan masyarakat.

Berbagai kasus korupsi suap atau gratifikasi yang melibatkan para penyelenggara negara baik di lingkungan eksekutif, legislatif maupun yudikatif sudah menjadi hal yang umum. Bahkan pengadilan yang menjadi tempat para pencari keadilan sudah tidak terlepas dari tindakan suap-menyuap antara pihak yang berperkara sehingga keadilan menjadi barang dagangan. Nah hal inilah yang penulis katakan sebagai “negara setoran”. 

Terlihat kalau elite negara tidak memiliki komitmen moral, lulus menjadi pegawai atau penyelenggara negara dengan proses yang “haram”. Dapat di asumsi kalau negara ini tidak lagi menilai profesionalitas calon pegawai atau pejabat negara. Alhasil semuanya berdampak pada kredibilatas masyarakat terhadap lembaga negara melahirkan nilai minus.

Law Enforcement
Lingkaran korupsi di negara ini bukan lagi pada tahap elite atau akademik, tetapi sudah berdampak secara sistemik sehingga korupsi di katakan sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) dan sudah harus diberantas dengan cara yang luar biasa. 

Benang kusut penegakan hukum di negara ini juga sangat meperihatinkan, sebelum terbentuknya suatau lembaga khusus pemberantasan korupsi, kewenangannya berada ditingkat polisi, jaksa yang kerapkali menghentikan kasus-kasus korupsi dengan dalih kurang memiliki bukti. permainan kotor ini tidak terlepas dari tindakan transaksional antara para pihak yang berperkara dengan aparat penegakan hukum yang kehilangan etika dan moralitas.

Lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah sebagai bukti kalau polisi dan jaksa tidak memiliki etikat baik dalam pemberantasan korupsi. eksistensi KPK yang independen sedikit melegahkan masyarakat dari perilaku korup para elite negara yang suka membuat ulah di bangsa ini.